"TELUR & KEPOMPONG"
Coba kita amati sebutir TELUR.
Jika sebuah telur dipecahkan oleh kekuatan dari luar, maka kehidupan
di dalam telur akan berakhir...
Tapi jika sebuah telur dipecahkan oleh kekuatannya SENDIRI dari dalam, maka kehidupan
baru telah lahir!. Anak ayam lahir dengan lucunya.
Coba perhatikan juga KEPOMPONG.
Jika sebuah Kepompong dipecahkan oleh kekuatan dari luar, maka ulat akan
keluar tanpa sayap & batal menjadi kupu2 yg siap terbang. Hanya
bisa merayap lemah tanpa sayap.
Tapi jika sebuah Kepompong dipecahkan oleh kekuatan nya SENDIRI dari dalam, maka kehidupan
baru telah lahir. Ulat berubah menjadi Kupu2 yg sayapnya kuat & indah, berterbangan kesana kemari.
Demikianlah diri kita. Hal2 BESAR selalu dimulai dari DALAM, dari diri kita sendiri, bukan dari luar.
Tuhan memberi tantangan kehidupan kepada kita seperti cangkang telur
& kulit kepompong. Jika dipecahkan oleh orang lain, justru akan
memperlemah kita. Kita harus bisa memecahkannya sendiri!
Memang terasa sulit, perlu ketangguhan & kekuatan hati. Tapi
demikianlah yang diminta Tuhan dari kita...demikianlah kita di desain
Tuhan.
Terus mencoba. Man jadda wajada, man shabara zhafira....
by pramono dewo - association inspirasi indonesia
Monday, 3 September 2012
TELOR DAN KEPOMPONG
Sunday, 2 September 2012
PERANAN ALAT PERAGA
Proses pembelajaran akan menarik bila
dalam proses belajar mengajar menggunakan alat peraga. Meskipun
penggunaan alat peraga menimbulkan berbagai pendapat dan pandangan,
tetapi perbedaan tersebut akan menambah perbendaharaan pengetahuan bagi
kita. Penggunaan alat peraga sangat berperan dalam penyampaian materi
pelajaran bagi pendidik. Dengan harapan alat peraga akan memperjelas
tentang materi yang disampaikan / diajarkan. Ruseffendi,
(1994:132) mendefinisikan alat peraga merupakan alat untuk menerangkan /
mewujudkan konsep matematika. Dalam KBBI, (1993:20 ) memberi batasan
bahwa alat peraga merupakan alat bantu mendidik dan mengajarkan siswa
agar apa yang diajarkan mudah dimengerti oleh siswa.
Piaget dalam Banoeatmojo dan Bunarso,
(1979:12 ) berpendapat bahwa siswa usia 5-13 tahun berfikirnya masih
pada tahap operasional konkrit, sehingga siswa tidak akan memahami
operasi logis dalam konsep matematika bila tanpa menggunakan alat
peraga. Tahap tahap berfikir anak meliputi :
a. Tahap berfikir konkrit
Pada tahap ini siswa dalam belajarnya sangat membutuhkan benda-benda konkrit untuk dapat menanamkan konsep matematika
b. Tahap berfikir semi konkrit
Pada tahap ini siswa dapat memahami
sebuah konsep bila dibantu dengan benda-benda semi konkrit. Misalnya
untuk menjelaskan 3 buah mangga kita dapat menunjukkan kepada siswa 3
buah gambar mangga.
c. Tahap berfikir semi abstrak
Dalam pembelajaran konsep matematika,
tahap ini siswa memerlukan alat peraga tiruan. Misalkan dalam
pembelajaran nilai tempat, kita dapat memberi warna hijau untuk ribuan,
kuning untuk ratusan, merah untuk puluhan dan warna putih untuk satuan.
d. Tahap berfikir abstrak
Pada tahap ini siswa sudah tidak
memerlukan bantuan alat peraga dalam pembelajaran matematika. Dienes
dalam Russefendi, (1994:172) berpendapat bahwa setiap konsep atau
prinsip matematika yang disajikan dalam bentuk konkrit akan lebih mudah
dipahami dengan baik. Intinya bahwa benda-benda/obyek-obyek dalam bentuk
permainan sangat berperan bila dimanipulasi dengan baik dalam pelajaran
matematika.
Ada beberapa fungsi dari alat peraga antara lain :
1) dengan peraga siswa akan gembira dan timbul minat dalam mengikuti pembelajaran matematika.
2) dengan disajikannya dalam bentuk
konkrit, siswa pada tingkat yang lebih rendah akan lebih memahami dan
mengerti apa yang diajarkan.
3) anak menyadari adanya hubungan antara pembelajaran dengan benda-benda di sekitarnya
4) konsep-konsep abstrak yang
disajikan dalam bentuk konkrit, yaitu model matematika dapat
dijadikan obyek penelitian untuk ide-ide baru dan relasi-relasi baru
(Russefendi, 1997:227-228 )
Subscribe to:
Posts (Atom)